Etika Politik "Bolehkah seorang Hamba Tuhan terlibat dalam dunia politik"


Pendahuluan
Bila berbicara mengenai politik, maka akan banyak orang bertanya apakah dalam berpolitik benar-benar dibutuhkan sebuah etika.  Banyak orang menganggap politik itu penuh dengan kepalsuan, kekerasan, ketidak jujuran dan saling menjatuhkan satu sama lainnya serta perebutan kekuasaan.  Yang menjadi pertanyaan sekarang apakah orang Kristen boleh terlibat aktif dalam dunia politik khususnya bagi seorang Pendeta? 
Melalui paper ini penulis berusaha akan menjawab pertanyaan di atas.  Melalui bantuan buku-buku dan sumber yang ada untuk memperkuat jawaban.  Penulis berharap hasil paper ini dapat memberikan jawaban yang sesuai, sehingga karya ini bisa menjadi bahan penelitian untuk menambah wawasan.


BAB  I
            Sebelum berbicara lebih jauh mengenai Etika Politik, tidaklah salah jika terlebih dahulu dalam paper ini membahas arti Etika politik itu sendiri.  Karena ruang lingkup Etika politik itu sendiri sangat luas maka dalam paper ini akan membahas mengenai Etika politik secara umum.  Dalam politik tidaklah lepas dari kuasa atau kekuasaan pemerintah.

Negara
            Dari Negara itu sendiri muncul istilah politik.  Apa arti Negara itu sendiri.  Ada beberapa defenisi mengenai Negara.
  1. Bersifat politis dan Yudiris yang terdiri dari masyarakat manusia yang merupakan suatu golongan yang bebas dalam suatu daerah yang bersatu, dan yang tunduk pada suatu penguasa tertinggi.
Jika menganalisa pengertian di atas maka ada 3 unsur yang menarik.
a.       Suatu jarak hakiki dari pada suatu Negara, bahwa di dalamnya ada suatu organisasi yang mempunyai kekuasaan dan wibawa dan yang memelihara serta mempertahankan hukum dengan adat-adat yang ada padanya.  Dengan kata lain hal ini berbicara mengenai perundang-undangan atau peraturan yang ada di dalam pemerintahan Negara tersebut, di dalamnya termasuk Presiden, wakil Presiden dan para mentri.
b.      Suatu jarak hakiki dari pada suatu Negara, bahwa Negara adalah suatu daerah yang mempunyai batas yang dapat ditentukan dengan jelas dan di dalam daerah itu berlakulah kekuasaan dan kewibawaan Negara.  Hal ini berbicara mengenai kedaulatan wilayah yang termasuk di dalamnya adalah segala yang ada di darat, laut dan udara yang bergerak atau pun tidak bergerak.
c.       Suatu jarak hakiki dari pada suatu Negara, bahwa Negara ada suatu masyarakat yang tinggal di daerah itu dan mengakui serta mengalami kewibawaan kekuasaan, daerah dan rakyat.  Negara tumbuh bersama-sama menjadi satu kesatuan historis, maka terdapatlah satu kesatuan kenegaraan yang kita sebut negara.[1]  Ini berbicara mengenai penduduk yang ada di wilayah tersebut baik penduduk pribumi, atau pun  pendatang.

Etika
            Etika berasal dari kata Yunani “ethos” yang akar katanya memiliki arti “kandang kuda”.  Etika adalah ilmu tentang norma-norma.  Ilmu ini mencari dasar-dasar utama yang menentukan hal-hal yang merupakan “keharusan”.  Etika terutama menyangkut perintah dan berbagai alasan filosofi yang mendasari perintah-perintah tersebut.[2]

Politik
Dalam bahasa Yunani ada dua kata yang dipakai untuk politik.  Kata pertama dalam bahasa Yunani untuk kata politik adalah “Polis” yang memiliki arti benteng, kota, Negara dan akhirnya memiliki arti penduduk atau warga Negara, kewarganegaraan, tata Negara bentuk pemerintahan dan lain-lain.[3]  Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti, kata politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan yang meliputi sistem pemerintahan, dasar pemerintahan sagala urusan dan tindakan menyangkut kebijaksanaan, cara bertindak dalam menghadapi suatu masalah.[4]

Etika Politik
            Jadi yang dimaksud dengan Etika politik adalah prilaku manusia dalam mengambil suatu sikap pribadi yang bertanggungjawab terhadap sistem pemerintahan yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah Negara yang bersifat demokrasi.  Hal-hal yang terkandung dalam Etika politik adalah perintah dan peraturan. Maka perintah tersebut harus dijalankan sesuai peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan. Dan orang-orang yang ada di dalam pemerintahan tersebut adalah para politisi atau politikus.

Dalam Etika Politik soal asal usul dan sumber kekuasaan Negara tidaklah boleh di kesampingkan atau diabaikan sebab di dalam Etika politik itu Orang-orang berusaha menunjukkan norma –norma Politik....  Bagaimanakah kita harus menilai atau bagaimana kita bersikap terhadap pemerintah sebagai lembaga? Adakah pemerintahan itu suatu penemuan atau ciptaan manusia?  Atau ciptaan para dewa atau mungkin ciptaan Tuhan dan apakah kita terpanggil untuk menerima lembaga tersebut atau malah menolaknya.[5]
Ada beberapa teori-teori dan pandangan manusia mengenai asal mula dan sumber kekuasan pemerintah.  Secara umum hal tersebut tidak boleh di kesampingkan.
a)      Mitologi Kerajaan
Sebagian besar dari mitos-mitos itu adaalah aetiologis.[6]  Di Indonesia banyak terdaapat mitos-mitos kerajaan seperti itu.  Di dalam mitos kerajaan itu di kisahkan asal mula dan akan datangnya atau lahirnya seorang raja dan raja itu adalah dewa. Dengan mitos kerajaan itu, maka rakyat akan menyembah rajanya. Alkitab mengatakan bahwa para pemegang kekuasaan itu bukanlah dewa tetapi manusia yang menerima kekuasaaanya dari Allah dan bertanggung jawab kepadaNya.[7]
b)      Teori hukum Kodrat[8]
Manusia adalah makluk sosial yang diciptakan untuk mengatur hubungan antar sesama.  Dalam teori ini kurangnya di sadari hubungan antar Nagara dengan Allah.
c)      Pandangan Mengenai Negara Berasal Dari Setan
Teori ini memandang bahwa Negara sebagai ciptaan dan alat iblis. Di dalam pandangan ini, di manapun Negara selalu dikatakan jahat, buruk, ingin berkuasa sendiri, namun Allah juga menunjukkan kepada kita segi- segi yang lain sama sekali.  Alkitab menunjukkan kebaikan dan kemurahan Tuhan yang dinyatakanNya di dalam pembentukan Negara.[9]
d)     Negara adalah perwujudan ide atau Paham tertinggi
Negara semacam lembaga pendidikan untuk mendidik rakyat menuju kepada yang baik dan yang indah, dan pemimpin Negara haruslah para pemimpin filsuf, para ahli filsafat.  Rakyat harus melaksanakan petunjuk atau perintah-petintah, dan budak harus melakukan pekerjaan kasar pada taraf yang rendah.  Jadi menurut plato, Negara Haruslah merupakan suatu  aristokrasi.”[10]

Pandangan Kristen
  1. Negara dipandang dari sudut hubungan antara Allah dan sejarah dunia.
Negara itu di pandang sebagai lembaga Tuhan, Khalik dan  pemelihara, Negara adalah alat yang dibentuk dan dipelihara oleh Tuhan untuk melindungi dunia terhadap kekalutan.  Negara telah menerima dari Tuhan kuasa dan tanggungjawab untuk mencapai tujuan itu. Latar belakang dari Kej. 9:5,6, adalah pergaulan hidup manusia yang telah merosot dan kalut sebelum zaman air bah. 
Sekarang Tuhan mengambil tindakan-tindakan untuk melindungi masyarakat terhadap kekalutan itu.  Orang yang membunuh sesamanya akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya itu dan akan dihukum oleh manusia yang ditugaskan oleh Tuhan untuk menjadi alat keadilan.  Ayat ini disebut ayat yang memberitakan kelahiran peraturan darurat, yaitu Negara atau pemerintah, di dalam masyarakat kita yang berdosa ini.  Tuhan mengikut sertakan manusia di dalam mempertahankan hak-hakNya dan keadilanNya.  Ia memberi kepada pemerintah kekuasaan pedang untuk melindungi hidup.[11]

            Dalam Maz 72.  Dikatakan Allah mengaruniakan kepada raja (pengaruh, wibawa) dan kekuasaan.  Semua kerajaan di sekeliling Israel mempunyai mitologi-mitologi kerajaan dan upacara kerajaan, di mana kekuasaan atau wibawa raja itu di turunkan dari keilahian raja yang sesudahnya, oleh sebab itu putra raja bukanlah Allah.  Kekuasaan raja selanjutnya itu di peroleh  dari atas.  Di dalam kasih setiaNya maka raja itu bertanggung jawab kepada Allah.
            Yohanes 19: 10-11 Pilatus menyangka, bahwa ia dapat berbuat sekehendak hatinya dengan kekuasaanya.  Dalam Roma 13: 1-2 di jelaskan pula bahwa tidaak ada pemerintah yang tidak berasal dari pada Allah, dan pemerintah-pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah.
a.       Negara dipandang dari sudut Yesus Kristus
Dalam PB, Yesus Kristus disebut yang berkuasa Wahyu 1: 5,8.  Pengakuan Yesus: Tuhan adalah sesuatu pengakuan politis dalam Matius 4: 8-11.  Iblis tahu bahwa Tuhan Yesus datang kedunia untuk menjadi Tuhan diatas segala tuan dan menjadi raja segala raja.  Untuk memperoleh hak itu Tuhan Yesus tidak menempuh jalan sukses yang diperoleh dengan kekuasaan , kemulian melalui rampasan, namun Ia menjalani hukuman Allah dan menebus dosa-dosa kita secara demikian maka Yesus Kristus memperoleh hak mutlak atas kekuasaan seluruh bumi dan bahkan Surga.[12]

b.      Negara dipandang dari segi Roh Kudus
Roh kudus diutus untuk mempersiapkan kedatangan akhir zaman dan memungkinkan memajukan kerajaan, dimana Allah menjadi semua di dalam semua 1 korintus 15: 28. Di dalam pembaharuan eskatologis Roh Kudus itu, para pemeritah mempunyai tempat sebagai alat. Pemerintah bukan kerajaan Allah. Tidak ada satupun yang dapat disebut kerajaan Allah selain kerajaan Allah itu sendiri.[13]

Tujuan dan tugas Negara
Tugas dan tujuan Negara tertulis dalam mazmur 72:2,4,5,12,13,14, terdapat tiga unsur tugas pemerintah.
1.         Kekuasaan: otoritas untuk memelihara, menegakkan dan mepertahankan wewenang yang telah diberikan kepadanya.
2.         Keadilan: Tuhan dalah adil, tugas Negara adalah melaksanakan keadilan di wilayahnya dengan caranya sendiri.
3.         Cinta kasih: menujukkan kepada pemerintah apa keadilan itu.[14]

Batas- batas Tugas Pemerintah
Pemerintah bukanlah Tuhan.  Tuhan adalah mahakuasa, pemerintah hanya mempunyai kekuasaan yang sangat terbatas.  Pemerintah wajib menghormati hak perseorangan.  Pemerintah hanya wajib mengawasi, jangan sampai seorang meyinggung atau pun merampas hak sesamanya yang berhak untuk berada, untuk berbuat dan untuk berbicara.[15]

Bentuk-bentuk Sistem Pemerintahan
  1. Oligarchi
Kekuasan yang dipegang oleh golongan kaum Ningrat yang Fondalistis.  Atau kekuasan yang kekuasaanya dipegang oleh kaum rohaniawan.  Bahanya sistem ini adalah jika kekuasaan Negara dipergunakan untuk kepentingan egoisme kolektif golongaan itu sendiri.  Bentuknya selalu mau menindas kecaman dari rakyat, dan selalu mau membinasakan penentang-penentang dari pihak oposisi.[16]
  1. Diktaktor
Negara yang kepala negaranya mempunyai kekuasaan mutlak.  Penguasa mengambil keputusan menurut pandangan dan kehendaknya sendiri dan tidak bertanggungjawab kepada bandan-bandan perwakilan apa pun serta tidak terikat kepada kekuasaan perundang-undangan tertentu.  Bahayanya sistem ini pemerintah pada suatu waktu akan menjadi kelaliman.[17]
  1. Totaliter
Negara yang mau menguasai seluruh kehidupan manusia menyangkut kehidupan perseorangan, kehidupan keluarga, masyarakat, kebudanyaan, agama.  Sistem pemerintahan ini tidak mengenal kekuasaan kehakiman yang berdiri sendiri, kepolisian adalah polisi rahasia, segala sesuatunya di tentukan oleh kepentingan Negara.[18]
  1. Demokrasi
Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.  Sistem ini pemerintah mempunyai dua mandat.[19]
a.       Imperative ( kekuasaan pelaksana ) dikendalikan oleh pengurus partai.
b.      Representative (Kuasa sebagai wakil) dikendalikan oleh rakyat.

Tujuan Keterlibatan Gereja dalam Politik
*      Tujuan pelayanaan.
Politik penuh dengan kecenderungan destruktif atau bersifat merusak yang kemudian melahirkan penindasan dan belenggu bagi banyak orang.  Oleh sebab itu gereja terpanggil untuk ikut serta dalam usaha pelayanan atau pembebasan yang dilakukan Allah (Luk. 4; Mat.  25).  Gereja perlu melayani mereka yang menjadi korban permainan politik, gereja harus mewujudkan kebebasan dan hak-hak asasi manusia dalam segala lapangan kehidupan: agama, pendidikan, pekerjaan dll.[20]
*      Tujuan misioner
Gereja perlu berbicara dan bersaksi tentang kebaikan Allah bagi semua manusia.[21]
*      Tujuan korektif
Melakukan koreksi terhadap dosa para pemimpin politik.  Koreksi dapat diartikan sebagai pelayanan pastoral.  Gereja harus menimbulkan kesadaran akan kasih Allah bagi mereka yang ingin berubah dan menyesali kesalahannya.[22]
*      Tujuan normative
Gereja harus menegakkan kebenaran di tengah kehidupan politik, yaitu menegakkan keadilan dan mewujudkan kasih.  Maka kekuasaan politik harus diarahkan untuk mewujudkan keadilan dan cinta kasih dengan kata lain, tujuan keterlibatan gereja dalam politik agar manusia lebih taat kepada Allah, dari pada manusia.[23]
*      Tujuan edukatif
Gereja harus mendidik warga gereja supaya peduli dan paham mengenai tugas panggilannya di dunia.  Ketertibatan dalam politik sekaligus berfungsi sebagai pendidik politik bagi warga gereja.

Pandangan Berbagai Sistem Etika
  1. Etika Akibat
Kehendak Tuhan dinyatakan dalam maksud, rencana daan tujuan Allah.  Suatu tindakan akan dianggap benar apabila mengakibatkan hasil yang lebih besar dari pada hasil yang buruk.  Suatu tindakan dianggap salah apabila mengakibatkan hasil yang buruk lebih besar dari pada hasil yang lebih baik.[24]
 
  1. Etika Kewajiban
Kehendak Tuhan dinyatakan dalam hukum, perintah dan kaidah Allah.  Manusia harus mentaati perintah Allah yang terwujud dalam norma-norma yang diberikannya.  Perbuatan pokok lambing hidup manusia terletak pada politik, yaitu kehidupan menurut hukum.  Manusia sebagai warga Negara.  Dasar perbuatan manusia adalah hidup menurut hukum-hukum dan peraturan-perturan.[25]

  1. Etika Tanggungjawab
Kehendak Tuhan dinyatakan dalam perbuatan, pekerjaan dan kegiatan Allah.  Tanggung jawab dalam kehidupan etis manusia adalah sebagai orang yang menanggapi atau memberi respon kepada peristiwa-peristiwa di sekitarnya.[26]

Pandangan Alkitab
            Pedang pemerintah adalah lambing atau ibarat pedang keadilan Allah.  Hukuman yang dijatuhkan oleh pemerintah harus mencerminkan murka Allah dan harus mencerminkan keadilan Allah yang menghukum.[27]  Bentuk-bentuk ketaatan pada perintah-perintah pemerintah berubah dalam situasi khusus, tetapi kewajiban terakhir untuk orang Kristen adalah dia harus taat kepada hukum Tuhan.[28]  Pemerintah ditaati jika ia bertindak sebagai hamba Allah, yaitu memberikan kebaikan kepada rakyat.  Ketaatan kepada Tuhan adalah ketaatan yang bersifat mutlak, sedangkan ketaan kepada Negara adalah ketaatan bersyarat, yaitu selama pemerintah yang berkuasa di Negara itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan dalam wujud  kebaikan, kebenaran dan keadilan.  Ketaatan harus didasarkan pada sikap dan tindakan pemerintah sendiri.[29]

BabII
Kasus I
            Ada seorang gembala sidang senior yang mencoba bergabung dengan partai politik untuk mencalonkan dirinya sebagai Caleg.  Gembala sidang tersebut mendatangi gereja-gereja seperti halnya para Caleg lainnya untuk mencari dukungan.  Gembala tersebut pada akhirnya tidak terpilih menjadi Caleg yang mewakili partainya itu.
            Setelah gembala tersebut gagal ia kembali menggembalakan gereja yang pernah ia gembalakan dulu.  Alasan mengapa gembala tersebut ingin terjun ke dunia politik adalah karena ia ingin menyejahterakan masyarakat kotanya, yaitu berobat gratis dan sekolah gratis.  Ia juga merasa terpanggil untuk melayani di dunia politik.

Sumbangsih dan Peranan Gereja
            Kehadiran dan keterlibatan gereja dalam politik tidak hanya sekedar ikut serta menjadi penggembira melainkan sebagai pemeran yang berkewajiban memberikan penilaian normative.[30]  Tugas gereja terutama adalah bekerja sama dengan pemerintah untuk melakukan pemeliharaan rohani dan sosial kepada para orang yang terlibat dalam dunia politik.  Secara lembaga atau organisasi gereja tidak boleh berpolitik praktis ini jelas dan tidak bisa dirubah.[31]  Seorang pendeta yang mau menjadi politikus harus melepaskan kependetaannya terlebih dahulu.[32]

Solusi
*      Memberikan pengertian kepada gembala tersebut mengenai politik yang Alkitabiah.
*      Mengajak berdoa dan menyarankan untuk memikirkan ulang mengenai keputusannya tersebut.
*      Menyarankan untuk mendiskusikan terlebih dahulu dengan organisasi dan jemaatnya terlebihdahulu.

Polititikus
            Politikus adalah orang yang menentukan kebijaksanaan kenegaraan suatu Negara.  Mereka adalah para mentri, sekjen departemen, para pejabat tinggi: Gubernur residen, bupati dan lain-lain.  Kebanyakan para politikus itu menentukan kebijaksanaan Negara dengan perantara para wakil-wakilnya di konstituante, DPR, DPRD-DPRD, Dewan kabupaten dan dewan kota madya.  Para politikus inilah yang bertanggungjawab atas kemajuan dan keselamatan serta kesatuan pamong praja bawahan di dalam Negara.[33]

Godaan-godaan yang mengancam politikus
  1. Para ahli politik sedang sibuk menyusun kekuasaan.  Penyusunan kekuasaan itu sendiri tidak berdosa, asalkan kekuasaan yang telah tercapai itu digunakan untuk tujuan yang baik.[34]
  2. Keserakahan
Para ahli politik mempunyai pengaruh dan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan golongan, untuk kepentingan partainya, untuk kepentingan sukunya.[35]
  1. Kompromi
Seorang ahli politik Kristen akan selalu merasakan ketegangan di antara kedudukan dirinya sebagai warga kerajan Allah dan sebagai warga Negara kerajaan duniawi.[36]sehingga mereka bisa mengambil keputusan yang salah oleh karena ketidak tegasan mereka.

Yang diperlukan untuk Politikus yang Bertanggungjawab

1.      Keahlian
2.      Kesediaan berbakti dan tanpa maksud untuk kepentingan diri sendiri.
3.      Mempunyai maksud dan tujuan murni.
4.      Mempunyai hubungan murni dengan partai yang diwakilinya.
5.      Mempunyai integritas.

Kesimpulan
            Setelah melihat dari penjelasan di atas sebagai kesimpulan.  Kami menganggap bahwa orang kristen boleh-boleh saja terlibat dalam dunia politik asalkan mereka memperhatikan setiap aturan-aturan yang ada dan menjalankan kewajibannya secara bertanggungjawab serta mereka memahami arti politik yang sebenarnya dan memiliki kreteria-kreteria yang sudah di tetapkan dalam lembaga Negara tersebut.  Mereka juga harus menimbang-nimbang setiap keputusan yang akan mereka ambil berdasarkan etika Kristen sebelum mereka memutuskan masuk kedalam dunia politik.
Jika seorang pendeta yang mau menjadi anggota legislatif saran kami seharusnya ia melepaskan jabatan kependetaannya terlebih dulu dan menyerahkan penggembalaannya kepada orang lain, tetapi jika ia tidak terpilih hendaknya jangan mengembalakan di gerejanya yang dulu ia gembalakan karena hal ini tidak konsisten, seolah-olah pelayanan penggembalaan menjadi pilihan yang kedua.

DAFTAR PUSTAKA
__________, Integrity, Jakarta: Yayasan Rhema, 2003.

­­­­__________, Kamus Besar Bahasa Indonesia:Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Borong , Robert P., Etika Politik Kristen serba-serbi Politik Praktis, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi dan Pusat Studi Etika, 2006.
Malcolm , Brownlu, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, Jakarta: BPK.  Gunung Mulia, 1993.

Sproul, R. C., Etika dan Sikap Orang Kristen, Malang: Gandum Mas,2005.

Verkuyl,J.,  Etika Politik: Ras, Bangsa, Gereja, Negara, terj. Soegiarto, Jakarta: BPK, 1967.



Kasus II
Sejak awal sebenarnya cenderung tak percaya bahwa uang pajak yang ditilep Gayus hanya Rp28 milyar, apalagi ditambah pengakuannya bahwa dari dana sejumlah itu dia hanya menikmati Rp1,5 milyar, selebihnya mengalir ke polisi (Rp11 milyar), jaksa (Rp5 milyar), hakim (Rp5 milyar), pengacara (Rp5 milyar).Apa masuk akal yang maling cuma dapat Rp1,5 milyar?
Ketidakpercayaan ini berdasarkan banyaknya wajib pajak raksasa yang ditanganinya yakni 149 wajib pajak antara lain Chevron, Kaltim Prima Coal atau Kapuas Prima Coal, Bumi Resourches dan lain-lain. Dari 149 mega perusahaan ini, 60 ditangani Gayus langsung.
Semua perusahaan itu ingin mendapatkan keringanan pajak atau tidak bisa menerima besaran jumlah tagihan dari instansi pajak dan Gayus dkk memanfaatkan peluang tersebut.  Ketidak percayan itu terjawab sudah, Majalah Tempo terbaru mengungkapkan bahwa kasus Gayus mencakup uang sebesar Rp1,7 triliun, saat ini dia masih menyimpan uang tersebut di beberapa deposit box dan menurut Tempo dia berulang kali membujuk penyidik akan memberikan deposit box tersebut—kecuali satu untuk dia dan keluarga–asal dibebaskan atau hukumannya diringankan.
Berita ini membuktikan bahwa korupsi di instansi perpajakan adalah mega korupsi yang harus mendapat perhatian dan pengawalan super serius dari pers dan masyarakat.. Disinyalir potensi uang negara yang hanyut ke kantong-kantong petugas pajak dan gangnya mencapai Rp300 triliun!
Gara-gara ulah petugas bejat di jawatan pajak kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan jalan raya berkualitas baik, sekolah-sekolah, bea siswa, perguruan tinggi, rumah sakit, obat-obatan, pasar, pembangkit listrik, taman hiburan dan fasilitas publik lainnya.
Mungkin sudah saatnya kita lebih memperhatikan petugas pajak di kota kita, juga polisi, jaksa, hakim dan pengacara, bukan untuk mengusili atau mencampuri kehidupan pribadi mereka, tapi hanya untuk menyelamatkan fasilitas publik yang mungkin bisa kita peroleh kalau perilaku dan gaya hidup mereka wajar-wajar saja.
Kalau kita begitu pedulinya pada maling ayam, maling jemuran, maling tape mobil, maling kaca spion, maling motor dan sejenisnya, mengapa tidak kita tingkatkan sedikit kepedulian kita pada para pencuri uang kita, rakyat Indonesia?


[1]J. Verkuyl, Etika Politik: Ras, Bangsa, Gereja, Negara, terj. Soegiarto (Jakarta: BPK, 1967), hal.  67-68.

[2]R.C. Sproul, Etika dan Sikap Orang Kristen  (Malang: Gandum Mas,2005), hal. 7-8.
[3] _________.  KBBI (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal. 886.

[4] Verkuyl.  73.
[5] Ibid.

[6] Aetiologis adalah ilmu sebab, cerita yang diciptakan manusia untuk mencari pemecahan soal tentang asal-usul segala sesuatu.  Segala penguasa di dalam masyarakat primitive itu mempunyai mitos-mitos kerajaan, yakni cerita-cetita atau dongeng-dongeng yang mengisahkan asal-mula suku bangsa, penguasa.

[7]Verkuyl. 73.

[8] Ibid., 74.

[9] Ibid.

[10] Ibid., 75.
[11] Ibid., 78.

[12] Ibid., 83.

[13] Ibid., 89.

[14] Ibid., 97-99.

[15] Ibid., 101.

[16] Ibid., 117-118.

[17] Ibid., 118.

[18] Ibid., 119.

[19] Ibid., 120-131.
[20] Robert P. Borong, Etika Politik Kristen serba-serbi  Politik Praktis (Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi dan Pusat Studi Etika), hal. 5.

[21] Ibid., 6
[22] Ibid.
[23] Ibid.
[24] Brownlu Malcolm, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya (Jakarta: BPK.  Gunung Mulia, 1993), hal. 31.

[25] Ibid., 34.

[26] Ibid., 35.

[27] Ibid., 152.

[28] Ibid., 53.

[29] Borrong, hal. 14.

[30] Ibid., 3.

[31] __________.  Integrity (Jakarta: Yayasan Rhema, 2003), hal. 53.

[32] Ibid., 60.

[33] Verkuyl. 204-205.

[34] Ibid., 205.

[35] Ibid., 206.

[36] Ibid., 207.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

saran dan komentar harus sopan dan membangun