PENDAHULUAN
Kontekstualisasi
sudah ada sejak zaman Perjanjian Lama, bahkan Allah sendiri menyatakan diriNya
kepada umat manusia melalui kebudayaan manusia.
Dengan kata lain Allah sedang berkontekstualisasi. Salah satu cara Allah berkontekstualisasi
dengan manusia adalah, Ia memperkenalkan bangsa pilihanNya dengan menyamakan
diriNya sebagai seorang Gembala. Kenapa
Allah lebih memilih menyamakan diriNya sebagai seorang Gembala?
Paper
ini akan membahas tentang arti dan tujuan mengapa Allah lebih memilih untuk
menyamakan diriNya sebagai Gembala, dan apa yang sebenarnya yang membuat istilah
Gembala itu menjadi istimewa. Dengan
mengadakan studi pustaka, penulis akan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan
di atas. Biarlah jawaban yang
dikemukakan oleh penulis dapat menjadi pengetahuan bagi para pembacanya.
Latar
Belakang
Alkitab
menempatkan Allah di atas dan bekerja melalui budaya. Allah yang maha tinggi juga menaruh perhatian
pada manusia serta seluruh ciptaanNya.
Alkitab memandang kebudayaan itu sebagai positif dan juga sebagai negative. Positif karena didukung oleh mandat budaya
(Kej.1:28). Kebudayaan adalah negative,
karena pengajaran segala kemungkinan dilakukan oleh manusia sebagai mandataris
dalam diri dosa (Rom. 3:25;5:12).[1]
Pada zaman dahulu dari dunia Perjanjian Lama,
kepedulian Allah dengan bangsa Israel digambarkan di dalam hubungan seorang Gembala
dengan domba-dombanya. Banyak orang
percaya biasanya mengutip perkatan yang akrab tersebut “Tuhan adalah Gembalaku”,
Nabi Yesaya juga yang sama-sama mengesankan tentang gambaran Allah, dia merawat
atau memelihara jemaah seperti seorang Gembala, dia mengumpulkan anak domba di
atas bahunya dan menggendong mereka.
Demikian juga Allah memimpin dengan lembut. Alangkah menariknya Allah digambarkan sebagai
seorang Gembala.
Latar
belakang yang lebih luas menjelaskan bahwa Gembala pada dasarnya adalah seorang
pemimpin. Kewajiban Gembala adalah
memberikan makan kepada dombanya, memelihara dombanya, memastikan bahwa
dombanya mendapat padang rumput yang subur dan menjaga keutuhan kawanan
domba. Di tanah Palestina banyak orang
menjadi seorang Gembala, yang memelihara banyak kawanan domba.
Isi
Analog yang sangat
penting, yaitu Gembala. Penting untuk
memeriksa analog ini dengan seksama apabila hendak memperoleh pemahamn penuh
tentang sifat dasar kepemimpinan Allah dengan menggunakan istilah Gembala. Memang wajar untuk memilih analog Gembala
bagi suatu bangsa yang akar budayanya terdapat dalam kehidupan nomadis. Di tempat lain dalam dunia purba ”Gembala”
digunakan secara luas sebagai gelar untuk para dewa dan raja. Memerintah dan menggembalakan umat.[2]
Dari model
kepemimpinan,yakitu mentor, model kepala
atau pemimpin itu semua adalah gambaran dari kepemimpinan seorang Gembala. Jika dilihat secara etimologi atau secara arti
tata bahasa kata “Gembala” dalam bahasa Ibrani dalam bentuk partisipium adalah
“Ro’eh” dari kata “Ra’ah”, dalam bahasa Yunani “Poimen”
yang memiliki pengertian para raja dan penguasa yang berulang-ulang disebut Gembala
oleh Homer dan penulis-penulis lain di luar Alkitab (Yeh. 34).[3]
dan kemudian dalam Alkitb terjemahan inggris kata tersebut diterjemahkan “shepherd” dan yang kemudian dalam
bahasa indonesia diterjemahkan menjadi “menjaga, menuntun”. Dalam terjemaha NKJV kata “Gembala” ditulis “Feed”yang
artinya “memberi makan”
Model kepemimpinan
seorang Gembala merupakan alasan yang bagus atau cocok karena seorang Gembala
adalah seorang yang tinggal bersama-sama dengan domba-dombanya. Seorang Gembala mengenali nama-nama
domba-dombanya. Dia merawat yang muda,
membalut yang terluka, memperdulikan yang lemah dan membela atau melindungi domba-dombanya. Seorang Gembala aromanya seperti dombanya.[4] Seorang Gembala akan makan, minum dan tidur
di antara Gembala-gembalnya. Seorang Gembala
akan selalu mengasi domba-dombanya dan akan selalu berwaspada, ia akan selalu
terjaga dari tidurnya hanya untuk mengawasi domba-dombanya. Allah melalui Alkitab memberikan prinsip penggembalaan
yang luar biasa sederhana, namun mempunyai pengaruh atau dampak kekuatan yang
sedemikian besar.
Pekerjaan menjadi
seorang Gembala adalah pekerjaan yang membutuhkan keberanian. Dimusim kemarau yang panjang menuntut agar Gembala
terus menerus tanpa kenal lelah berusaha untuk mencari padang rumput yang baru.[5] Seorang Gembala harus melindungi dombanya
dari serangan binatang buas. Seorang Gembala
harus meninggalkan rumah dan keluarganya untuk waktu yang panjang hanya demi mencarikan
padang rumput yang hijau untuk domba-dombanya, bahkan mereka harus rela
menempuh perjalanan yang cukup jauh bahkan memerlukan waktu berhari-hari.
Dasar
Penggembalaan dari Perspektif Alkitab
Para pembaca
Perjanjian Lama akan mempunyai gambaran begitu jelas mengenai Allah sebagai
figur Gembala. Hubungan kepedulian Allah
dengan umatNya begitu lembut bagaikan “seorang Gembala dengan dombanya” kita
sekalian seperti domba yang tersesat, namun kita masih mempunyai seorang Gembala
yang baik yang akan menyayangi kita dan memimpin kita dengan lembut.[6]
Perjanjian
Lama
Nabi, Iman, Raja sebagai Gembala
Disini
bisa dilihat Bahwa figur Gembala dikenakan juga kepada orang-orang pilihan
Allah. Allah telah menjadi pelopor
sebagi seorang Gembala dan sebagai teladan yang baik sebagi seorang Gembala. Kemudian Nabi, Iman Raja sebagai gambaran
Allah yang merupakan gambaran seorang Gembala.
Ketika Allah memilih Daud untuk menjadi raja (Gembala) menurut kehendak Allah sendiri,
Allah mengambil dia dari kandang domba.
Allah mengangkat dia untuk menjadi Gembala bagi umatNya, dan Daud menggembalakan
umat Allah dengan penuh integritas.[7]
Tuhan
juga mengharapkan nabi-nabiNya dan para Imam Israel untuk mengGembalakan
umatNya. Meskipun banyak dari antara
mereka yang tidak hidup di dalam peranan mereka sebagai Gembala. Allah tetap datang lagi dan lagi dengan tetap
memakai ide kepemimpinan sebagai Gembala.
Gembala adalah merupakan metafora dari pemimpin Israel yang tidaka akan
hilang di dalam bangsa Israel.
Perjanjian
Baru
Yesus sebagai Gembala
Di dalam
Perjanjian Baru, Yesus adalah Gembala kita. Di dalam Perjanjian Lama Tuhan
sudah memberikan petunjuk tentang kedatangan seorang Gembala. Yesus meninggalkan kesenangan dan
kenyamananNya di Sorga dan lebih memilih untuk datang kepada dunia kita untuk
menjadi Gembala kita, sehingga aromaNya seperti domba. Yesus berkeringat juga seperti kita. Dia juga berjlan dengan kita di jalan yang
sempit. Ia berani melawan
serigala-serigala, dicobai dan bersama-sama berjuang dengan kita. Yang kudus Israel datang dalam Yesus Kristus
untuk menjadi Gembala yang baik bagi kita.[8]
Para Rasul sebagai Gembala
Yesus
meninggalkan model kepemimpinan Gembala di dalam kehidupan para rasul. Sebanyak tiga kali dalam satu percakapan yang
singkat, Yesus memerintahkan Petrus “Gembalakanlah domba-dombaKu, perhatikanlah
domba-dombaKu, dan berilah maka domba-dombaKu ”. Maksud dari perkataan Yesus adalah supaya
Petrus mengambil gaya kepemimpinan spiritual Yesus. Yesus telah memberi model atau teladan gaya Gembala
dalam kepemimpinan dan semua ini adalah yang para murid gunakan di dalam
kehidupan kepemimpinan mereka dan juga sebagai model bagi yang lainnya.[9]
Sekarang
Pemimpin Gereja sebagai Gembala
Petrus
dan Paulus keduanya telah meninggalkan model atau teladan kepemimpinan Gembala
pada kita. Paulus dalam suratnya
mengatakan Kis. 20:28 ”karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan,
karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus untuk menilik untuk mengGembalakan
jemaat Allah yang diperolehnya dengan darah AnakNya sendiri”. Dan surat Petrus mengatakan 1Pet. 5:2,3,4”Gembalakanlah
kawanan domba Allah yang ada padamu...tetapi hendaklah kamu menjadi teladan
bagi kawanan domba itu. Maka kamu...akan
menerim mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.”[10]
Pengertian
Gembala dalam Kebudayaan Jawa
Dalam
kebudayaan Jawa istilah kata ”Gembala” sebanding dengan Istilah kata ”Bocah
Angon” kata tersebut diidentikan dengan sosok raja yang sangat sakti,
Angling Darma yang juga mempunyai sebutan istilah “Bocah Angon Gawane Sodo
Lanang” uangkapan ini terdapat pada cerita kelahiranAngling Darma dan arti
dalam perspektif Jawa memegang peranan sebagai “Culture Heros”, pahlawan kebudayaan...pamong atau
pelindung. Sodo lanang memiliki
pengertian ”Wahyu”, yang barang kali sejajar dengan Terminologi Kristus yang
diurapi.[11]
Mitologi Jawa
Waktu
terus beredar dan telah berganti dengan Kaliyuga[12]
yang membinasakan seluruh dunia. Dengan
nyata, adalah suatu pulau yang indah, ialah pulau Jawa yang tidak ada
tandingannya, karena sangat luar biasa dan mengagumkan keindahannya. Pada waktu itu di pulau tersebut ada rasa
ketakutan karena dibakar oleh orang-orang jahat sehingga rusak karena tidak ada
orang kuat yang menjaganya. Sayang
keindahan yang mengharumkan (nama pulau) itu telah hilang, seperti hutan bunga
yang binasa setelah ditinggalkan oleh singa, si raja binatang.
Ketika Dewa Wisnu melihat
pulau itu Ia berbelas kasihan. Ia merasa
gelisah dan penat dalam hati. Oleh
karena itu, Dewa Wisnu turun ke dunia untuk menjadi Raja di pulau tersebut. Ia berusaha sebaik-baiknya memelihara
kerajaan itu[13]
Dikisahkan, di mana
ketika kandungan Dewi Pramesti sudah berusia sembilan bulan, selama tujuh hari
tujuh malam sang dewi merasakan sakit bersalin yang luar biasa. Raja Jayabaya kemudian bersemedi di sanggar
pemujaan. Batara Narada datang
memberitakan bahwa cucunya tidak akan lahir sebelum melepaskan kedudukannya
sebagai titisan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu
meninggalkan dirinya. Alkisah, menyertai
lahirnya Prabu Angling Darma. Kemudian
Raja Jayabaya memanggil seluruh kerabat keraton dan menjelaskan bahwa ”wahyu
kedaton” akan segera berpindah kepada cucunya, Angling Darma. Dari tubuh bayi Angling Darma tampak sinar, cahaya
memancar laksana: ”teja manter sak sada lanang”[14]
Kesimpulan
Gembala
adalah mereka yang memelihara, merawat, melindungi, dan memperhatikan
domba-dombanya. Seorang Gembala juga harus
memberikan makanan kepada domba-dombanya.
Seorang Gembala harus menggembalakan domba-dombanya di padang rumput
yang hijau (Yeh. 34:14). Oleh karena
istilah Gembala yang sangat cocok dengan pribadi Allah, oleh sebab itu Allah
memperkenalkan diriNya kepada bangsa Israel dengan sebutan Gembala. Selain dari pada pengertian kata Gembala itu
sendiri, tetapi Allah juga sedang menyesuaikan dengan keadaan situasi
kebudayaan di Timur Tengah, dimana banyak penduduk di tanah Palestins bekerja
sebagai Gembala. Maka Allah
berkontekstualisasi dengan bangsa pilihanNya dengan menggunakan istilah sebagai
Gembala. Selain pengertian tersebut
Gembala juga memiliki pegertian sebagai dewa, raja. Secara langsung dan tegas Allah pun
menyatakan dirinya kepada bangsa Israel sebagai Dewa (Tuhan) segala tuhan dan Raja
segala raja.
Dengan Allah
memperkenalkan diriNya dengan memakai istilah Gembala. Allah hendak menyatakan diriNya kepada Bangsa
Israel, bahwa Ia adalah Allah yang senantiasa akan melindungi, menjaga,
merawat, memperhatikan serta memelihara umatNya selayaknya dewa, raja dan
bahkan Allah juga hendak menunjukan bahwa Ia juga merasakan apa yang sedang
dirasakan oleh umatnya. Seorang Gembala akan
senantiasa menjaga, memelihara dan
merawat domba-dombanya.
Daftar
Pustaka
______________-, Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, Jakarta: Komunikasi Bina Kasih OMF, 1995.
Anderson, Lynn. They
Smell Like Sheep, Louisiana: HOWARD, 1997.
Ingauf, John E. Sekelumit
Tentang Gembala sidang, Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2001.
Noorsena, Bambang, Menyongsong Sang Ratu Adil,
Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen, Yogyakarta:
Andi, 2003.
Sugden, Howard F dan Warren W. Wiersbe. Jawaban atas Masalah Penggembalaan,
Malang: Gandum Mas, 1993.
Tidball, Derek J. Teologi
Penggembalaan, Malang: Gandum Mas, 2002.
Tomatala, Y., Teologi Kontekstualisasi, Malang:
Gandum Mas, 2001.
Wongso, Peter. Penggembalaan,
Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1996.
[1]Y.
Tomatala, Teologi Kontekstualisasi (Malang: Gandum Mas, 2001), Hal., 12.
[2]Derek
J. Tidball, Teologi Penggembalaan, Suatu Pengantar (Malang: Gandum Mas, 2002), hal.,
[3]____________,
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jakarta: Komunikasi Bina Kasih OMF,
1995), hal., 330.
[4]Lynn Anderson, They Smell Like Sheep
(Louisiana: HOWARD, 1997), hal,. 17.
[5]Derek.
J., hal., 54.
[6]Anderson,
hal., 13.
[7]
Ibid.
[8]Ibid.,
15.
[9]Ibid.,
17.
[10]Ibid.,
18.
[11]Bambang
Noorsena, Menyongsong Sang Ratu Adil, Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen (Yogyakarta:
Andi, 2003), hal., 267-268.
[12]Ada
4 siklus dunia dalam agama Budha. Dalam
agama Budha, dunia yang sekarang berlangsung siklus ke-4 dan siklus ke-5 adalah
dunia yang akan dating. Jadi, urutan
tokoh-tokoh dhyani Budha itu dan
penyejajarannya dengan caturyuga adalah sebagi berikut: Wairochana (Krayuga),
Absobhya (tertayuga), Amoghasiddhi (Dwapadayuga), dan Amithaba (Kaliyuga). Setelah habis kaliyuga kembali ke Krtayuga
(zaman emas).
[13]Bambang,
hal. 313.
[14]Ibid.,
268-269.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
saran dan komentar harus sopan dan membangun